Rombongan keluarga itu datang dengan ceria. Lima belas orang menumpang mobil pikap, membawa tawa, bekal nasi bungkus, dan harapan akan hari yang menyenangkan. Namun siapa sangka, riak ombak menyimpan takdir yang menggetarkan dada. Saat berenang, gulungan ombak menggulung nyawa. Ahmad berhasil merangkak kembali ke daratan dengan tubuh gemetar, namun Dika—oh, Dika—terbawa sejauh 400 meter ke tengah lautan.
Namun, di tengah kepanikan itu, muncul sosok pemancing. Ya, pemancing yang biasanya pulang ditanya istri: "Mancing lama-lama, dapat apa?" Biasanya ia hanya senyum kecut, menunjukkan ember kosong, atau ikan sekecil kelingking. Tapi hari itu, dia tidak hanya membawa pulang cerita. Ia membawa pahlawan dalam dirinya.
Dengan sigap, ia mengikat senar pancing ke tutup boks styrofoam, lalu menerbangkannya menggunakan drone ke tengah laut—menuju Dika yang hampir hilang dari pandangan. Styrofoam itu jadi pelampung penyelamat. Dika mengaitkan senar ke tangannya. Tarik menarik nyawa pun dimulai. Sampai akhirnya, ia berhasil diselamatkan dan segera dibawa ke Puskesmas Grabag
Dan ketika nanti si pemancing itu pulang ke rumah, mungkin istrinya akan bertanya dengan nada ketus:
"Dari tadi mancing, dapat apa?"Dengan dada tegak dan, dia akan menjawab, "Aku dapat menyelamatkan satu nyawa manusia."
Begitulah hidup. Kadang kita tak sadar, hobi yang sering diremehkan—bisa jadi alat Tuhan untuk menyelamatkan hidup orang lain. Maka jangan remehkan siapa pun, jangan remehkan apa pun. Termasuk si pemancing dan drone-nya.
0 Komentar