Pada kesempatan ini izinkan saya bercerita ihwal kota kelahiran saya, Kawan. Purworejo, kota dengan penduduk yang ramah dan murah senyum. Jangan jadikan saya patokannya; muka saya sepet semenjak lahir. Cobalah sesekali mampir, Kawan, kami punya banyak hal menarik yang akan menawan hatimu untuk berkunjung dan kembali lagi esok kelak.
Saat kamu berkunjung kemari, Kawan, jangan menaruh heran jika matamu menemukan ada (banyak) pohon pisang ditanam di tengah jalan penghubung ke kota. Tak ada maksud selain alasan produktifitas. Warga Purworejo ini gemar bekerja dan kelewat produktif meskipun UMK kami tiarap.
Memang benar ada banyak kebun nganggur tak tertanami di sini. Namun kami cuma mencoba satu gebrakan untuk membuat hal produktif di atas hal produktif lainnya. Semacam minapadi. Selain sebagai jalur yang digunakan masyarakat untuk hal produktif, kenapa tidak jalan itu disemai tanaman yang bisa dipanen?
Jangan heran pula sepanjang jalan menuju ke arah kota, Kawan, kamu menemukan banyak jalan bergelombang. Tak lain itu cara kami agar pelancong senantiasa terjaga matanya sepanjang jalan. Biar kantuk tak hinggap di ubun mereka, kamu pun kelak, Kawan. Hal demikian itu agar pandangan para pelancong tertawan pada tiap titik jengkal pemandangan sepanjang jalan Purworejo secara mendetil. Tak ada maksud lain. Ciyus.
Setelah mendengar cerita ini, tentu timbul hasratmu buat bertandang kemari. Dan coba saya terka—tak mungkin ini meleset, hal yang paling ingin kamu lakukan di sini adalah memanen hasil pisang yang ditanam di tengah jalan kan, Kawan? Konon rasa pisang hasil panennya kelak adalah nomor wahid dibanding kota lain. Apa alasannya? Karena banyak petaka sebagai tumbalnya.
0 Komentar