Advertisement

Ad code

Ulasan Film "Ancika: Dia yang Bersamaku 1995"


Melanjutkan Dilan Universe. Secara garis besar "Ancika: Dia Yang Bersamaku 1995" meneruskan kisah hidup Dilan pasca putus dengan Milea. Sesuai judulnya: Ancika, perempuan ini akan menjadi karakter utama yang berperan penting terhadap kehidupan Dilan selanjutnya. Digarap oleh tim yang berbeda, "reboot" Dilan Universe kali ini cukup menimbulkan kegamangan bagi saya pribadi sebelum menonton. Dan betul saja, keputusan mengganti main cast dan beberapa supporting cast lain di tiga film yang udah dibikin sebelumnya sejujurnya bikin ganjel di sana sini saat menontonnya. Zee berhasil memainkan sekaligus menghidupkan karakter Ancika versi live action dengan cukup baik. Sifat cuek, jutek dan "malu-malu-mau" yang tergambar di novel mampu divisualisasikan dengan baik oleh Zee. Arbani Yasiz sebagai the new Dilan, buat saya yang baca seluruh novelnya, vibe Dilan-nya ga sekuat apa yang sudah ditampilkan oleh Iqbaal. Mungkin faktor mindset penonton mayoritas yang menganggap Iqbaal adalah Dilan dan Dilan adalah Iqbaal.

Zee tampil dengan cukup baik menghidupkan karakter Ancika pun Arbani juga gak kalah menarik dengan memberikan kesan "fresh" lewat Dilan versi-nya sendiri, tapi sayang saya gak ngerasain chemistry cinta-cintaan yang solid dari berbagai macam adegan dan dialog dari mereka berdua. Mungkin mereka kurang nongkrong lebih lama di luar film.

Kisah cinta Ancika dan Dilan berasa serba instan. Dilan tiba-tiba dibikin suka Ancika. Ancika gak butuh waktu lama untuk tertarik pada Dilan. Gak ada eskalasi romansanya sama sekali. Gak seseru tarik ulur cinta-cintaan antara Dilan dan Milea di film-film sebelumnya. Penonton kurang dapat roller coaster cinta mereka berdua. Selipan monolog di filmnya pun gak cukup informatif ngasih info tambahan terhadap karakter maupun memperjelas sub plot. Monolog-monolognya gak kena, kesannya "ya udah nih ada monolog kaya di novelnya" tanpa berhasil jadi elemen pemanis yang bikin filmnya lebih hidup. Dialog dan aksen Sunda film ini masih mengalami masalah yang sama dengan beberapa film lokal lain. Beberapa selipan dialog berbahasa Sundanya gak cukup nyaman untuk didengarkan, dan ngasih kesan "aelah yang penting ada euy-nya". Dan yang mengganggu menjelang akhir film mendadak berasa serba buru-buru dan pengen cepet-cepet dikelarin aja. Dampaknya ya film secara keseluruhan gak berasa ada klimaksnya sama sekali. Semua serba datar, cara filmnya ditutup pun ya udah gitu aja. Kesimpulannya kalo kalian emang baca buku Ancika dan penasaran adaptasinya seperti apa atau emang ngefans sama Zee atau Arbani kayanya masih bisa asik-asik aja menonton film ini. Penampilan Zee maupun Arbani jelas jauh dari kata mengecewakan- tapi jalan cerita, karakterisasi, dan dialog yang "ngawang" di sana sini bikin saya gak bisa merasakan keseruan dan manisnya kisah cinta yang terjadi antara Ancika dan Dilan.

Posting Komentar

0 Komentar

Comments